Ilustrasi - ensaindonesia.com
BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) merilis temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap pengelolaan anggaran belanja modal untuk fasilitas umum di daerah. Hasilnya, pasti mengejutkan untuk urang Banua.
Betapa tidak, Kalsel berada di posisi tiga, di bawah Papua Barat dan Kaltim sebagai provinsi yang terkorup. Ada 8 kasus yang ditemukan dengan dugaan kerugian negara senilai Rp 10,8 miliar. Namun, tidak diungkapkan secara detail kasus apa saja yang menempatkan Kalsel pada posisi tiga besar provinsi terkorup. Juga tidak dijelaskan fasilitas umum yang anggarannya diduga diselewengkan.
Kepada pers di Jakarta, Minggu (23/6), Koordinator Advokasi Fitra, Maulana mengatakan berdasar laporan hasil pemeriksaan BPK semester II tahun 2012, ditemukan penyimpangan anggaran belanja modal di daerah dengan total kerugian sebesar Rp 726,4 miliar.
Ia menjelaskan, ketidakpatuhan pengelolaan anggaran yang terindikasi memunculkan kerugian keuangan daerah ada 730 kasus dengan nilai Rp 417.889.350, lalu potensi kerugiandaerah ada 273 kasus dengan nilai Rp 225.878.780. Kekurangan penerima jumlah 306 kasus dengan nominal Rp 82.647.110. Bila ditotal, indikasi kerugian negara dari sebanyak 1309 kasus berjumlah Rp 726.415.240.000.
"Pemerintah daerah masih tidak becus mengelola anggaran belanja modal untuk fasilitas umum," tegas Maulana.
Belanja modal fasilitas umum itu dialokasikan untuk pembangunan gedung sekolah, puskesmas, jembatan, rumah sakit, jalan hingga irigasi.
Maulana mengatakan terdapat 1.309 temuan penyimpangan pengelolaan anggaran di sejumlah daerah. Modus yang dilakukan yaitu pengadaan proyek fiktif, mark up, rekanan tidak menyelesaikan pekerjaan, belanja tidak sesuai atau melebih ketentuan, hingga spesifikasi barang diterima tidak sesuai kontrak.
"Modus yang paling banyak terjadi yaitu kekurangan volume pekerjaan, pekerjaan tidak sesuai dengan kontrak, pemberian jaminan pelaksanaan pekerjaan tidak sesuai prosedur, dan denda keterlambatan pekerjaan yang belum ditagih atau disetor ke kas negara atau daerah," tegas dia.
Menurut dia, kondisi itu menunjukan penyelenggaraan lelang pengadaan barang dan jasa di pemerintahan daerah tidak beres. Pasalnya, pemerintah daerah seringkali tidak mempertimbangkan kualitas hasil pekerjaan pengadaan barang dan jasa.
"Penetapan rekanan pelaksana pengadaan barang dan jasa tidak dilaksanakan melalui proses seleksi yang baik. Pemerintah daerah lebih mengedepankan penyerapan anggaran tanpa mempertimbangkan kualitas hasil pekerjaan barang dan jasa," katanya.
Dari data tersebut ada beberapa daerah yang memiliki catatan menonjol dalam indikasi penyalahgunaan anggaran belanja modal untuk fasilitas umum.
"Lima provinsi berindikasi terkorup belanja modal untuk fasilitas umum dengan nilai kerugian negara tertinggi adalah Papua Barat, Kaltim, Kalsel. Aceh, dan Maluku Utara," ujar Maulana.
Indikasi serupa juga terjadi di tingkat kota dan kabupaten. Untuk kota adalah Tebing Tinggi, Ambon, Denpasar, Bukit Tinggo dan Prabumulih dengan nilai kerugian berturut-turut adalah Rp 4,9 miliar, Rp 2,4 miliar, Rp 2,19 miliar, Rp 2,1 miliar dan Rp 2,09 miliar.
Selain itu, FITRA juga menyebut 5 kabupaten berindikasi terkorup yakni Kabupaten Nduga, Kepulauan Sula, Wajo, Berau dan Kapuas, dengan total kerugian masing-masing Rp 89,4 miliar, Rp 55,06 miliar, Rp 25,56 miliar, Rp 18,7 miliar dan Rp 15,8 miliar.
Kerugian tersebut akibat modus yang dilakukan dengan berbagai cara, antara lain pengadaan fiktif, mark up, rekanan tidak menyelesaikan pekerjaan, belanja tidak sesuai atau melebihi ketentuan, dan spesifikasi barang tidak sesuai kontrak.
Saat dihubungi, Humas Pemprov Kalsel, Harris Makkie enggan mengomentari rilis dari Fitra. Selain belum mengetahui, dia mengaku selama beberapa hari ini sibuk mempersiapkana acara yang diikuti Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono, di Kalsel. "Belum tahu, untuk saat ini belum bisa berkomentar dulu," ucapnya.
Sementara Gubernur Kalsel, H Rudy Ariffin mengatakan belum memahami maksud Fitra. Menurut dia, kalau ada penyimpangan pasti akan ditindaklanjuti sesuai saran BPK. (has/dia/tribunnews/bah)
Provinsi Terkorup
- Papua Barat: 10 kasus senilai Rp 86,8 miliar
- Kaltim: 2 kasus senilai Rp 29,6 miliar
- Kalsel: 8 kasus senilai Rp 10,8 miliar
- Aceh: 18 kasus senilai Rp 7,8 miliar
- Maluku Utara: 28 kasus senilai Rp 5,8 miliar.
Kota Terkorup
- Tebing Tinggi: 6 kasus senilai Rp 4,9 miliar
- Ambon: 13 kasus senilai Rp 2,4 miliar
- Denpasar: 8 kasus senilai Rp 2,2 miliar
- Bukit Tinggi: 4 kasus senilai Rp 2,1 miliar
- Prabumulih: 6 kasus senilai Rp 2 miliar.
Kabupaten Terkorup
- Nduga: 8 kasus senilai Rp 89,4 miliar
- Kepulauan Sula: 40 kasus senilai Rp 55 miliar
- Wajo: 5 kasus senilai Rp 25,6 miliar
- Beraj: 20 kasus seniulai Rp 18,7 miliar
- Kapuas: 3 kasus senilai Rp 15,9 miliar
Modus Korupsi
- Pengadaan fiktif
- Mark up
- Rekanan tidak selesaikan pekerjaan
- Belanja tidak sesuai ketentuan
- Spesifikasi barang tidak sesuai kontrak
Sumber: rilis Fitra