BANJARMASINPOST.CO.ID, JAKARTA - Saat ini hampir semua orang memiliki handphone alias ponsel. Bahkan tidak sekadar ponsel biasa, tetapi yang sudah berteknologi tinggi (smartphone). Bisa jadi di hari-hari mendatang, harganya melonjak karena bakal dikenai pajak penjualan barang mewah (PPnBM).
Menurut Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Bambang Brodjonegoro di Jakarta, kemarin, selama ini smartphone dikategorikan bukan barang mewah. Padahal jika dilihat dari jenis barangnya, benda itu sudah seharusnya termasuk barang mewah. Pasalnya, semua komponen didatangkan dari luar negeri alias impor.
Karena akan dikategorikan sebagai barang mewah, maka pemerintah akan membuat kategorisasi smartphone. "Bisa dilihat dari tingkat teknologinya, seperti pada mobil yang menggunakan CC (centimeter cubic)," ujar Bambang di Jakarta, kemarin.
Menurut Bambang, penerapan PPnBM ponsel pintar bertujuan untuk mengerem impor. "Jadi yang makin complicated makin tinggi harganya. Tapi, kami belum putuskan rate-nya. Tunggu sajalah, sabar," kata dia. Berdasar UU Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPn dan PPnBM, PPn BM minimal sebesar 10 persen dan maksimal mencapai 200 persen.
Saat ini, imbuh Bambang, harga ponsel pintar di Indonesia terbilang tinggi ketimbang negara lain. Dia menduga karena pedagang membuat masyarakat memersepsikan smartphone sebagai barang mewah. "Pedagang sendiri yang menganggap BlackBerry dan smartphone lain seperti barang mewah dengan memainkan harga, karena mereka tahu peredarannya terbatas dan segala macam," katanya.
Nilai impor ponsel pada 2013 sebenarnya sudah menurun dibanding 2012. Mengacu pada data Kemendag, impor ponsel selama lima bulan pertama 2013 tercatat 927,6 juta dolar AS, atau turun 17,22 persen dibanding periode serupa pada tahun lalu yang mencapai 1.120,6 juta dolar AS.
Meski demikian, Bambang menegaskan pemerintah tetap berencana merevisi Peraturan Pemerintah mengenai PPnBM. Hal itu untuk memperbaiki neraca perdagangan yang terus defisit. Dengan dikenai tarif PPnBM, diharapkan jumlah impor smartphone bisa ditekan. Sayang, Bambang tidak menjelaskan otensi pengurangan defisit dari pengurangan impor itu.
Saat dihubungi, Head of Marketing PT Nokia Indonesia, Lukman Susetio mengaku belum bisa berkomentar banyak, alasannya belum ada pembahasan teknis mengenai rencana tersebut.
"Kami masih tunggu detailnya terlebih dahulu dari pemerintah, yang penting semuanya clear," ujarnya.
Menurut Lukman, selain standar harga, pemerintah harus merinci teknologi yang bisa dikategorikan sebagai smartphone yang bebas dari PPnBM. Ia menilai, teknologi ponsel terus berkembang.
Bahkan, banyak smartphone berharga di bawah Rp 5 juta yang teknologinya sudah tinggi.
"Dampak utamanya harga smartphone akan naik, kemudian kami akan sulit bersaing terkait penerapan teknologi baru dengan negara lain," ujarnya.
Sementara Direktur Pemasaran dan Komunikasi PT Erajaya Swasembada Tbk, Djatmiko Wardoyo, menyatakan akan menjalankan kebijakan dari pemerintah, jika memang pengenaan PPnBM diterapkan. "Pelaku usaha tetap harus menjalani, tetapi ada hal yang paling penting, yaitu masih banyaknya black market (pasar gelap)," kata dia.
Menurut Djatmiko, pasar gelap produk ponsel masih marak di Indonesia, dan hal ini diakui pemerintah. "Kekhawatiran pelaku usaha itu bukan bersaing sesama kompetitor tapi adanya produk ilegal dari black market," ujarnya.
Djatmiko mencontohkan, jika ponsel resmi berharga Rp 3 juta per unit maka ponsel ilegal sekitar Rp 2,7 juta. Nah, jika terkena PPnBm sekitar 10-20 persen maka harga ponsel resmi di pasaran sekitar Rp 3,5 juta sehingga perbedaannya sebesar Rp 800.000. "Konsumen akan tergoda menggunakan produk smartphone dari black market karena beda harganya sangat jauh. Seharusnya tekan dulu peredaran ponsel ilegal baru menerapkan PPnBM," ujarnya.
Contoh nyata, harga BlackBerry Q10 seharga Rp 7,5 juta. Harga tersebut sudah termasuk PPn 10 persen. Itu artinya harga dasar ada pada kisaran Rp 6,8 juta. Jika PPnBM diberlakukan untuk ponsel pintar sebanyak 20 persen saja maka harga BlackBerry Q10 bisa naik menjadi Rp 8,7 juta atau naik sekitar Rp 2 juta dari harga pasaran saat ini.
"Kalau jarak harga semakin tinggi tentunya masyarakat akan memilih barang BM (black market). Logikanya begini, jika hanya terpaut sedikit masyarakat akan memilih barang resmi bergaransi. Tapi kalau terpaut jutaan rupiah, tentu pikir-pikir," tutur Djatmiko.
Jika banyak konsumen membeli gadget di pasar gelap, menurutnya, yang rugi juga pemerintah. Itu karena, selama ini, produk gadget menyumbang pemasukan yang tinggi dari pajak.
Sedangkan pemain di pasar gelap tidak memiliki kewajiban marketing dan tidak membayar pajak. "Sekarang bisa tidak pemerintah menutup black market? Buktinya selalu bocor," katanya.
Djatmiko kemudian mengungkapkan penjualan Blackberry Z10. Harga resmi di kisaran Rp 6,5 juta sementara di pasar gelap hanya Rp 5 juta. Produsen BlackBerry kemudian mengeluarkan paket 400 unit dengan harga khusus Rp 6 juta, namun taktik tersebut juga tidak berhasil karena harga di pasar gelap ikut turun di bawah Rp 5 juta. (tribunnews/ktn/kps/tik)
Anda sedang membaca artikel tentang
Smartphone Dimasukkan ke Barang Mewah
Dengan url
http://banjarberita.blogspot.com/2013/09/smartphone-dimasukkan-ke-barang-mewah.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Smartphone Dimasukkan ke Barang Mewah
namun jangan lupa untuk meletakkan link
Smartphone Dimasukkan ke Barang Mewah
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar