JAKARTA, BPOST - Pelarian selama setahun terpidana kasus dugaan malapraktik yang masuk daftar pencarian orang (DPO) Kejari Manado, Sulut, Hendy Siagian, berakhir di Bekasi, Jabar.
Jumat (6/12), dokter itu langsung ditahan di Rutan Malendang, Manado, menyusul dua rekannya, Dewa Ayu Sasiary Prawani dan Hendry Simanjuntak. Selang beberapa jam setelah tiba di rutan, Hendy yang ditemani Ayu dan Hendry didatangi rekan-rekannya.
"Sel mereka terpisah. Dia dibawa oleh tim Kejari Manado yang dipimpin Kasi Pidsus Hotma Hutajalu dari Jakarta," kata Kepala Rutan, Julius Paat.
Ditegaskan dia, penahanan itu menindaklanjuti Surat Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 365/K/Pid/2012 tanggal 18 September 2012. Pada surat tersebut ditegaskan, ketiganya divonis bersalah dengan hukuman penjara 10 bulan.
Selain dugaan malapraktik, mereka diduga melakukan kelalaian atau kealpaan sehingga mengakibatkan pasien, Julia Fransiska Makatey, meninggal seusai menjalani operasi sesar, tiga tahun lalu. Tak hanya itu, majelis hakim kasasi yang dipimpin Artidjo Alkostar juga menyatakan tiga dokter tersebut telah melakukan pembiaran terhadap pasien dan memalsukan tanda tangan pasien pada surat persetujuan operasi.
Sebelumnya, tim Kejati Manado mengeksekusi Ayu di tempat praktiknya, RS Ibu dan Anak Permata Hati, Balikpapan, Kaltim, 8 November 2013. Selanjutnya, 'menjemput' Hendry di rumah kakeknya, Siborongborong, Sumut, 23 November 2013.
Saat dihubungi, Kajari Manado Yudhi Handono menegaskan yang melakukan eksekusi adalah tim Satuan Tugas Kejaksaan Agung (Satgas Kejagung). Anak buahnya hanya 'menerima' di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang Banten. "Kami tidak ikut melakukan penangkapan. Hanya menerima di bandara," ujar dia.
Kepada Tribun Manado (grup BPost) sesaat setelah menginjakkan khaki di Bandara Sam Ratulangi, Hendi mengataku sebenarnya hendak menyerahkan diri. Namun, niat pada pekan lalu itu terpaksa ditunda karena tiket kapal laut yang dimilikinya 'hangus'. Dia juga mengaku membeli tiket kapal laut karena keterbatasan biaya.
Penyebab 'hangusnya' tiket itu dikarenakan dirinya mengikuti demo bersama para dokter lain di Istana Negara. Demo yang merupakan bagian aksi mogok nasional itu dilakukan para dokter sebagai bentuk solidaritas 'kriminalisasi' terhadap Ayu, Hendry dan Hendi. "Setelah demo, saya Pelabuhan Tanjung Priok. Tetapi kapal sudah berangkat. Saya tetap berencana menyerahkan diri," ucap dia.
Hendy mengaku didatangi tim Kejagung sekitar pukul 16.00 Wita. "Saya lagi bersantai di rumah, lalu tim jaksa datang meminta saya ikut, ya saya ikut. Saya langsung dibawa ke Kejagung," kata Hendy.
Di Kejagung, dia mengaku sempat menyaksikan tayangan wawancara dengan Ayu, di salah satu stasiun televisi. "Tapi saya tidak melihat sampai selesai karena harus berangkat ke Manado. Saya naik pesawat Batik Air, Jumat pukul 02.45 Wita," ujarnya.
Mengapa Anda melarikan diri? Hendy langsung menyangkal. Dia mengaku bekerja seperti biasa di Manado karena belum pernah menerima informasi secara resmi tentang status hukum yang disandangnya, pascaputusan majelis hakim kasasi. Ia baru mendapat informasi tentang perkaranya setelah melihat website MA.
"Tidak ada yang menghubungi dan memberikan surat ke saya. Saya tahunya dari website kemudian koran. Saya memang sengaja menjadi 'buron' karena ingin menyampaikan suatu pesan yaitu saya tidak bersalah. Kalau memang melakukan malapraktik, tanpa harus dicari kejaksaan, saya akan menyerahkan diri. Saya tidak bersalah karena berdasarkan Komisi Kode Etik Kedokteran (MKEK), yang kami lakukan sudah sesuai prosedur ," kata Hendi.
Hendi mengatakan baru ke Jakarta pada awal September 2013 karena harus menjalani ujian spesialisasi dokter kandungan. Sejak itu pula, dia tinggal di rumah salah seorang kerabat di Bekasi. "Sebelum ke Jakarta, saya tetap bertugas seperti biasa di di RS Prof Kandou Malalayang, Manado," tegasnya.
Menyinggung kasus yang membelit dirinya, Hendi mengatakan tidak menduga bisa memicu reaksi nasional. "Saya tidak pernah menduga bakal ada demo besar-besaran seperti itu," ucap dia.
Sebelumnya, Sekjen Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Sekjen IDI, Daeng M Faqih mengatakan Ayu, Hendry dan Hendy tidak pernah melarikan diri. Mereka keluar dari Manado semata-mata karena tugas. "Seperti Ayu di Balikpapan, Hendry di Kupang atau di mana saya lupa, juga Hendy pulang ke Medan. Mereka tidak buron, mereka ditugaskan di daerah," ucap dia. (tribunnews/rek/tm)
Dua Kali Syok
MESKI merasa tidak bersalah, meninggalnya Julia Fransiska Makatey usai menjalani operasi sesar yang ditanganinya, membuat Hendi Siagian, syok. Demikian pula dua dokter lainnya, Dewa Ayu Sasiary Prawani dan Hendry Simanjuntak.
"Ketika mengetahui pasien meninggal dunia, kami bertiga syok berat. Sebelum operasi, pasien dalam kondisi prima dan tidak punya catatan medis yang mengkhawatirkan. Kami sempat mengira pasien terkena serangan jantung," ujar dia kepada BPost di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Jumat (6/12).
Belakangan, setelah dilakukan autopsi baru diketahui Siska meninggal akibat emboli alias masuknya gelembung udara ke peredaran darah. "Sampai sekarang saya tidak tahu dari mana gelembung udara bisa masuk ke peredaran darah bahkan sampai ke jantung kanan. Emboli memang kasus langka karena tidak bisa diprediksi, sulit dicegah, dan bisa berakibat fatal," katanya.
Menurut Hendi, Siska memang datang dalam kondisi ketuban sudah pecah. Namun, karena masih ada peluang, ketiga dokter itu berupaya agar dia melahirkan secara normal. Namun, dalam perkembangan –menurut orangtua Siska sekitar 15 jam– kondisi kesehatan Siska menurun. Operasi sesar harus dilakukan.
Operasi berlangsung sekitar 1,5 jam. Dokter utama adalah Ayu sementara Hendi bertugas sebagai asisten dua dan Hendry sebagai asisten satu. "Kalau ada pasien punya riwayat jantung meninggal saat persalinan, kami sudah punya persiapan (mental). Tapi ini kan tidak, jadi ya kami syok. Ketika pasien tidak segera siuman setelah operasi, kami mengira terjadi pembiusan terlalu banyak," ujar dia.
Hendi kembali syok ketika majelis hakim kasasi membatalkan putusan bebas Pengadilan Negeri Manado dan menjatuhkan vonis 10 bulan penjara.
"Selama ini, saya tetap menjalani kehidupannya seperti biasa. Saya tidak peduli kalau sewaktu-waktu ada tim jaksa menangkap saya. Memang waktu jaksa datang, langsung terbayang semua. Saya terbayang penjara. Tapi saya tidak mempersiapkan apa-apa untuk hidup di penjara. Saya jalani saja. Saya cuma khawatir setelah kasus ini banyak dokter yang tidak mau mengambil risiko," kata Hendi yang hanya membawa satu ransel pakaian saat memasuki rutan.
Mengapa tidak ada keluarga yang menemani ke Manado? "Keluarga saya banyak yang tinggal di Sorong, Papua. Namun ayah dan ibu saya sudah meninggal," ucap pria yang berencana dalam waktu dekat menikahi perempuan dokter di Manado ini. (tribunnews/rek)
Anda sedang membaca artikel tentang
Hendi Sengaja Jadi Buron
Dengan url
http://banjarberita.blogspot.com/2013/12/hendi-sengaja-jadi-buron.html
Anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya
Hendi Sengaja Jadi Buron
namun jangan lupa untuk meletakkan link
sebagai sumbernya
0 komentar:
Posting Komentar